Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) University Prof Dr Arif Satria mengatakan penerapan mekanisasi secara menyeluruh memacu peningkatan produktivitas sektor pertanian di Provinsi Papua Barat.
"Mekanisasi sektor pertanian sudah tidak bisa ditawar lagi," kata Arif kepada awak media di Manokwari, Papua Barat, Rabu.
Ia menjelaskan bahwa penggunaan alat mekanis pada sektor pertanian mampu menekan biaya produksi, meminimalkan penyusutan dan meningkatkan pendapatan petani.
Penerapan mekanisasi juga menarik minat generasi muda di Papua Barat untuk berkecimpung dalam bidang pertanian, karena lebih efektif dan efisien.
"Dari sisi waktu lebih singkat, biaya murah, produktivitas semakin meningkat dan lebih berkualitas," jelas Arif.
Meski demikian, kata dia, mekanisasi sektor pertanian harus dikolaborasikan dengan metode konvensional yang kerap digunakan oleh masyarakat adat di wilayah Papua Barat.
Perpaduan kedua metode tersebut merupakan tahapan edukasi secara langsung, sehingga masyarakat adat mengetahui manfaat penggunaan alat mekanis pertanian tersebut.
"Dialog penggunaan alat tradisional dan teknologi yang berkembang harus terus digaungkan," ucap Arif.
Ia mengimbau alumni IPB University di Papua Barat berkontribusi dalam pengembangan sektor pertanian melalui penyusunan konsep yang adaptif terhadap masyarakat adat.
Upaya dimaksud merupakan bentuk penghargaan bagi masyarakat adat sebagai salah satu entitas dalam pengelolaan sumber daya alam bidang pertanian.
"Prinsipnya masyarakat adat harus terlibat dalam pembangunan sektor pertanian Papua Barat," kata Arif Satria.
Penjabat Sekretaris Daerah Papua Barat Yacob S Fonataba berharap alumni IPB berpartisipasi mengoptimalkan potensi pertanian guna menopang perekonomian daerah.
Sinergisitas dan kolaborasi alumni IPB dengan pemerintah daerah melalui instansi teknis, harus mampu mengurai berbagai tantangan dalam pengembangan sektor pertanian.
"Harus bisa menyamakan konsep yang dipakai masyarakat adat dengan teknologi pertanian," jelas Yacob
Ia mengatakan potensi areal persawahan yang dimiliki Papua Barat lebih kurang 10 ribu hektare, namun hanya 800-an hektare yang berproduksi karena berbagai hambatan.
Areal persawahan itu tersebar pada empat dari tujuh kabupaten yakni Kabupaten Manokwari, Manokwari Selatan, Teluk Wondama dan Kabupaten Teluk Bintuni.
"Kalau Fakfak dan Kaimana sudah tidak lagi berproduksi. Lahannya kering, sedangkan Pegunungan Arfak tidak punya areal sawah," jelas Fonataba.
Ia menjelaskan beras yang dikonsumsi masyarakat se-Papua Barat mencapai 103 ribu ton per kapita per tahun, sementara produksi beras lokal lebih kurang hanya 25 ribu ton per kapita per tahun.
Kondisi tersebut mengakibatkan Papua Barat mengalami ketergantungan terhadap distribusi beras dari daerah lain di Indonesia seperti Makassar, Sulawesi Selatan dan Surabaya, Jawa Timur.
"Hampir 75 persen pasokan beras didatangkan dari luar Papua Barat," ujar Yacob.
Tidak ada komentar: